Minggu, 28 Maret 2010

MAKALAH ULUMUL QUR’AN
AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
SERTA FAWATIHUS SUWAR

Disusun sebagai tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Pengasuh :
Drs. H. Sholichin, Mag.


PENYUSUN :
1.Afista Putri R.S
2.Miftakhul Munib Ubaid
3.Muh. Ikhsanur Rizal
4.Agustin Wulandari
5.Yeni Tri Lestari

PROGRAM S1 PAI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
“ AL – MUSLIHUUN “
TLOGO - KANIGORO - BLITAR








Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Qur’an semester II tingkat 1.
Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dijadikan sebagai bahan referensi dalam mempelajari bahasan ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima kritik, saran yang kronstruktif.


Blitar, 21 November 2009

Tim penyusun
Kel. 04 / C2









Daftar Isi

Halaman judul.................................................................................. I
Kata Pengantar ................................................................................ II
Daftar Isi ........................................................................................ III

BAB I
Pendahuluan ......................................................................................4
BAB II
Ayat Muhkam Dan Ayat Mutasyabih....................... ........................5
BAB III
Fawatihus Suwar.................................................................................9
BAB IV
Penutup..............................................................................................10
Daftar Pustaka ...................................................................................20

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Studi atas Al-qur’an telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para shahabat di zaman Rosululloh saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengolaborasai dan melakukan eksplorasi lewat perpekstif keimanan, historis, dan bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan, penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya. Para ulama’ mengidentifikasi masalah ini sebagai masalah yang paling rumit untuk dikaji oleh para peneliti Al-Qur’an dari sudut ilmiah dan istoris.
Hal yang paling mendasari penyusunan makalah ini adalah perandingan penciptaan alam dari segi sains dan al qur’an. Disamping itu untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah ilu alamiah dasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah makalah ini mencakup beberapa permasalahan dari Ilmu Ulumul Qur’an yaitu sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apakah Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
3. Bagaimanakah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apakah Definisi dan Macam – macam Fawatihus Suwar ?
5. Adakah Keurgensian Ketika Mempelajari Fawatihus Suwar ?
6. Apakah Hikmah Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
1.3 Ruang Lingkup
Menjelaskan tentang Ayat – ayat Muhkam dan Ayat mutasyabih serta fawatihus Suwar.




1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan merupakan ungkapan sasaran – sasaran yang ingim dicapai dalam makalah ini. Dan dalam makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut
1.Mengetahui tentang pengetian Ayat Muhkam dan Mutasyabih
2.Mengetahui Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih
3.Mengetahui Khilafiah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4.Mengetahui tentang pengetian Fawatihus Suwar dan macam - macamnya
5.Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Qur’an





















BAB II
AYAT MUHKAM DAN AYAT MUTASYABIH
2.1 Pengertian
secara bahasa bahwa yang disebut Muhkam adalah sesuatu yang paten dan kokoh, sedang mutasyabih adalah adanya penyerupaan antara dua jenis benda.
Dalam hal ini pengertian ayat-ayat muhkam menurut istilah syar’i adalah ayat- ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang hanya diketahui maknanya oleh Allah sendiri. Ayat muhkam berarti ayat yang memiliki satu bentuk (wahjun), sedang mutasyabih mengandung banyak wajah. Ayat muhkam juga berarti ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, sedang mutasyabih adalah ayat yang memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat yang lain. Para ulama memberikan contoh beberapa ayat-ayat muhkam, diantaranya adalah ayat-ayat yang membahas masalah halal dan haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman.
Bentuk bentuk ayat – ayat Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam.
1.Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya, sebagaimana firman Allah SWT.
“Artinya : Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya” [Thahaa : 110]
Bentuk Mustasyabih yang ini tidak mungkin untuk dipertanyakan sebab tidak mungkin untuk bisa diketahui hakikatnya.
2.Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang-orang yang mendalam ilmunya saja.
Bentuk Mutasyabih yang ini boleh dipertanyakan tentang penjelasannya karena diketahui hakikatnya, karena tidak ada satu katapun dalam Al - Qur’an yang artinya tidak bisa diketahui oleh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” [Ali-Imran : 138]
Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Perbedaan itu muncul dari pemahaman mereka terhadap firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 7. Sebagian Ulama, terutama ulama salaf berpendapat bahwa mutasyabih itu tidak dapat diketahui kecuali hanya Allah, dalam hal ini, mereka mencoba mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada ayat- ayat muhkam. Al-raghib Al-Ashfahani berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih terbagi menjadi tiga (3) bagian, yaitu
1.Ayat yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia, hanya Allah sendiri yang mengetahuinya, seperti hari kiamat dan alam gaib.
2.Ayat yang berkaitan dengan hukum/bahasa
3.Ayat yang hanya diketahui oleh ulama-ulama tertentu yang sudah mendalami ilmu ayat.
D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat
Kalau seandainya Al-Qur’an seluruhnya Muhkam, maka akan hilanglah hikmah dari ujian pembenaran dan amal perbuatan, karena maknanya sangat jelas dan tidak ada kesempatan untuk menyelewengkannya atau berpegang kepada ayat Mutasyabih untuk menebarkan fitnah dan merubahnya. Dan kalau seandainya Al-Qur’an seluruhnya adalah Mutasyabih, maka akan lenyaplah posisi Al-Qur’an sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia serta tidak mungkin untuk melakukan amal ibadah dengannya dan membangun aqidah yang benar diatasnya. Akan tetapi
Beberapa Hikmah adanya Ayat Mutasyabih adalah :
1.Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menjadikan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an Muhkam agar bisa dijadikan rujukan ketika terdapat makna yang tersamar.
2.Ayat Mutasyabih merupakan ditujukan sebagai ujian bagi para hamba agar terlihat jelas orang yang benar-benar beriman dari orang yang dihatinya terdapat penyakit, karena orang yang benar-benar beriman akan mengakui, bahwa Al-Qur’an seluruhnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan apa saja yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar, tidak mungkin ada kebathilan atau kontradiksi sedikitpun padanya.
3.Memperbanyak pahala bagi orang yang memiliki kecendrungan mendalami Alquran. Karena semakin banyak bidang kajian yang harus dikembangkan.
4.Pembenaran terhadap adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, sehingga setiap kelompok umat menyadari keterbatasannya dalam memahami firman Tuhan. Sebagai konsekwensi logis dari kesadaran ini adalah tidak adanya fanatisme golongan yang menafikan kebenaran pada pihak lain.
3.Meningkatkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam yang berupaya memahami makna ayat-ayat mutasyabihat, sehingga lahirlah berbagai macam metode istinbath hukum yang sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
4.Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat manusia, awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis tantang Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal Tuhan sebagai Dzat yang Immateri.


ur'an : Ilmu







BAB III
FAWATIHUS SUWAR
A.Pengertian Fawatih al-Suwar
Di dalam Al-Qur’an terdapat huruf-huruf awalan dalam pembukaan surat dalam bentuk yang berbeda - beda. Hal ini merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan kehamdatahuan-Nya,sehingga kita terpanggil untuk menggali cirri kebesaran Allah dankemahatahuan-Nya, sehingga semakin dikaji ayat - ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan bahwa semakin dikaji ayat-ayat itu, maka semakin luas pengetahuan kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga sekarang ini. Dan diantara ulama yang mengidentikannya adalah Manna Khalil al-Qathan dalam karya nya ‘‘Mabahis Fi Ulum al-Qur’an’’padahal huruf al-Muqaththa’ah bagian dari fawatih al-suwar.
Lalu bagaimana memahami huruf - huruf yang terdapat dalam pembukaan - pembukanaan surat serta bagaimana hubungannya dengan sejarah turunnya Al - Qur’an.
Dari segi bahasa, fawatih al-suwar adalah pembukaan surat yang terdapat dalam al-qur’an, karena posisinya terletak diawal surat dalam al-qur’an. Seluruh surat dalam al-qur’an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam pembukaan memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita pelajari.. Ia merupakan bagaian ayat mutasyabihat, karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal (memerlukan takwil), danmusykil (sukar dipahami).
B. Macam-Macam fawatih al-suwar.
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang fawatih al-suwar dalam al-Qur’an, diantaranya adalah imam al-Qasthalani, beliau membagi kepada sepuluh macam. Sementara ibnu Abi al-Isba juga telah melakukan penelitian dan beliau membagi kepada lima macam saja,dan dalam pembahasan ini kami akan mengetengahkan pendapat al-Qasthalani :Adapun sepuluh macam menurut beliau adalah:
1. Pembukaan pujian kepada Allah swt yang ada dua macam yaitu:
a.menetapkan sifat-sifat terpuji (الاءثبات الصفات الماض). Dengan manggunakan lafaz yaitu:
1.memakai lafaz hamdalah yakni dibuka dengan الحمد لله yang terdapat dalam lima surat : Q.S. Al Fatihah, Al An'am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
2.memakai lafaz تبارك terdapat dalam dua surat yaitu Q.S. Al Furqon dan Al Mulk
b.Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (تشبح عن صفات نقص) dengan menggunakan lafaz tasbih (يسبح, سبح, سبح, سبحن). Sebagai mana terdapat dalam tujuh surat yaitu : Q.S. Al Isra, al A'la, al Hadid, al Hasyr, as shaff, al jum'ah, dan at Taghabun.
2.Pembukaan dengan panggilan/al istiftah bin nida (الا ستفتح بنداء)
Nida disini ada 3 macam, yaitu Nida untuk nabi, misalnya (ياايها النبي) terdapat dalam tiga surat yaitu: Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq.( ياأيها المزمل ) dalam Q.S. al Muzammil dan term ( ياأيها المدثر ); Nida untuk Mukminin (ياايها الذين امنوا) dengan term ياأيها الدين امنوا terdapat dalam Q.S. Al Maidah dan Al hujurat. Dan Nida untuk manusia (ياايها الناس) terdapat dalam dua surat yaitu: Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj. Menurut As Suyuthi pembukaan dengan panggilan ini terdapat dalam 10 surat, yakni ditambah dengan Q.S.Al-Mumtahanah.
3.Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus (الا ستفتح بالاحرف المنقطعه)
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 surat tanpa diulang yaitu: ا, ى, ه, ن, م, ل, ق ,ع, ط, ص, س, ر,ح. Penggunaan huruf-huruf di atas dalam fawatih al-Suwar disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari beberapa bentuk sebagai berikut:
a)Terdiri dari satu huruf, terdapat dalam tiga surat yakni ص (QS.Shad), ق (QS.Qaf), dan ن (QS, Qalam/Nun ).
b)Terdiri dari dua huruf, terdapat dalam 10 surat, 7 surat dinamakan Hawamim(surat-surat yang dibuka dengan Hamim), yakni: (QS, Al-Mukmin,Al-fussilat, Al-surra, Al- Zuhruf, Al- Dukhan, Al- Jatsiah, Al- Ahqaf), طه (QS, Taha), طس (QS, Naml) يس (QS, Yasin).
c)Terdiri dari tiga huruf, enam surat dimulai dengan الم yaitu: (QS, Al-Baqarah, Al- Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Lukman, dan Al-Sajdah), lima surat dimulai denganاالر yaitu: (QS, Yunus, Hud, Ibrahim, Yusuf dan Al-Hijr), dan dua surat dimulai denganطسم yaitu: (QS, Qashash dan Asy-Syuaro).
d)Terdiri dari empat huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni المر (Q.S. Ar Ra'du) dan المص (Q.S. Al A'raf).
e)Terdiri dari lima huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni كهيعص (Q.S. Maryam) dan حم عسق (Q.S. As Syu'ra).
4.Pembukaan dengan sumpah(الاءتتفناحبقسام)
Terdapat dalam 16 surat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut:
a)Sumpah dengan benda angkasa misalnya: والنجم (QS, An-Nazm), والسماء والطارق (QS, Ath-Thariq), dan lain-lain.
b)Sumpah dengan benda bawah misalnya: والتين (QS, At-Tin), والعديت (QS, Al_’Adiyat), dan lain-lain
c)Sumpah dengan waktu misalnya: والعصر (QS, Al-Ashr), واليل (QS, Al-Lail), dan lain-lain.
5.Pembukaan dengan kalimat (jumlah)
Khabariah ada 23 surat dan dibagi dua macam sebagai berikut:
a. Jumlah ismiyah, jumlah ismiyah menjadi pembuka surat yang terdiri dari 11 surat yaitu: براءة من الله ورسوله (QS, At-Taubat), سورة انزلناها وفرضناها (QS, An-Nur) . Q.S. Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori'ah, dan Q.S.Al-Kautsar.
b. Jumlah fi’liyah, jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat terdiri dari 12 surat yaitu: يسئلونك عن الانفال (QS, Al-Anfal), قد افلح المؤ منون (QS, Al-Mukminun) , Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Ma'arij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S. At Takatsur.
6.Pembukaan dengan Syarat (الاءستفتاح با لشرط)
Terdiri dari tujuh surat misalnya اذالشمس كورت (QS, At-Takwir).اذالسماء انفطرت (QS, Al Inpithar) dan lain-lainnya.
7.Pembukaan dengan kata perintah.
Adapun pembukaannya terdiri dari enam surat yaitu: dengan kata اقرا dalam surat Al-Alaq, dan dengan kata قل dalam surat al-Jin, al-Kfirun, al-Falaq, dan al-Annas.
8.Pembukaan dengan pertanyaan.(al-Istiftah bil Istifham).
Bentuk nya ada dua dan terdapat empat surat dalam al-Qur’an. Yaitu:
a. Pertanyaan fositif misalnya: هل اتي علي الانسان (QS. Ad-dahr).
b. Pertanyaan negatif misalnya: الم نشرح لك صدرك (QS, Al-Insyirah),
9.Pembukaan dengan do’a
Ada tiga surat didalam al-Qur’an. Misalnya:ويل للمطففين (QS, Al-Muthaffifin).
10.Pembukaan dengan alasan (al-Istiftah bit-Ta’lil).
Ada satu surat didalam al-Qur’an. Misalnya لايلف قريش (QS. Al-Qurais)





C. Pendapat Ulama Tentang Fawatih al-Suwar.
Para ulama salaf dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat yang terletak pada awal surat berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut telah tersusun sejak azali sedemikian rupa, melengkapi segala yang melemahkan manusia dan mendatangkan seperti Al-Qur’an. Karena kehatian-hatiannya, mereka tidak berani memberipenafsiran dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf itu. Dan mereka berkeyakinan bahwa Allah sendiri yang mengetahuitafsirannya. Hal ini menjadi suatu kewajaran yang berlaku bagi ulama salaf karena dalam hal teologi pun menolak terjun dalam pembahasan tentanghal-hal yang suci seperti ungkapannya: “Istimewa Allah adalah cukupdiketahui, hal ini harus kita percayai, mempersoalkan hal itu adalah bid’ah”.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Sya’bi yang dikutip oleh Subhi Sholih menyatkaan “ Huruf awalan itu adalah rahasia Al-Qur’an ”. Hal ini sebagaimana diperjelas dengan perkataan Ali bin Abi Tholib.“ Sesungguhnya bagi tiap-tiap kitab ada saripatinya, saripati Al-Qur’an iniadalah huruf-huruf Hijaiyah”. Abu Bakar Ash-Sidiq pernah berkata: “ Ditiap - tiap kita ada rahasianya, rahasia dalam Al-Qu’an adalah permulaan-permulaan surat”.
Pendapat atau penafsiran para mufasir tentang Fawaithus Suwar:
1. Mufasir dari Kalangan Tasawuf.
Ulamaa tasawuf berpendapat bahwa fawatihus Suwar adalah huruf-huruf yang tepotong-potong yang masing-masing diambil darinama Allah, atau yang tiap-tiap hurufnya merupakan penggantian darisuatu kalimat yang berhubungan dengan yang susudahnya atau hurufitu menunjukkan kepada maksud yang dikandung oleh surat yang suratitu dimulai dengan huruf-huruf yang terpotong-pootng itu.
2. Mufasir Orientalis
Pendapat yang palinng jauh menyimpang dari kebenaran adalah dari seorang orientalis yang bernama Noldeke dari Jerman, yang kemudian dikoreksi, bahwa awalan surat itu tidak lain adalah huruf depan dan huruf belakang dari nama-nama para sahabat Nabi. Misalnya: Huruf Sin adalah dari nama Sa’ad Bin Abi Waqosh, Mim adalah huruf depan dari nama Al-Mughiroah, huruf nun adalah dari nama Usman Bin Affan.
3. Al-Khuwaibi
Al-Khuwaibi mengatakan bahwa kalimat- kalimat itu merupakan tasbih bagi Nabi. Mungkin ada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan sibuk dan lain sebagainya.
4. Rasyid Ridha
As-sayyid rasyid ridha tidak membenarkan al-quwaibi diatas, karena nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu. Rasyid ridha berpendapat sesuai dengan ar-Razi bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang musyrik mekkah dan ahli kitab madinah. Karena orang-orang kafir apabila nabi membaca al-Qur’an mereka satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya, seperti dijelaskan dalam surat fushilat ayat 26.
5. Mufasir Dari Kalangan Syi’ah
Kelompok syi’ah berpendapat bahwa jika huruf-huruf awalah itu dikumpulkan setelah dihapus ulangan-ulangannya maka akan berarti : “Jalan Ali adalah kebenaran yang kita pegang teguh”. Perwakilan itu kemudian dijawab oleh kelompok Ahlu Sunnnah, dan jawabannya berdasarkan pengertian yang mereka peroleh dari huruf-huruf awalan itu yang juga dihapus di ulangan-ulangannya dengan mengatakan “Benarlah jalanmu bersama kaum Ahlu Sunnah”.
Dari pendapat para ahli tentang Fawatihus Suwar, dapat dilihat bahwa pentakwilan sebuah ayat sangat banyak macamnya. Hal ini boleh jadi didasari oleh pendidikan dan ilmu - ilmu yang dimilikinya serta kecenderungan mereka mengkaji Al-Qur’an secara lebih luas.












Urgensi Studi Fawatihus Suwar
Al-Qur’an memiliki banyak keistimewaan dari segi makna dan kebahasaan. Fawatihus suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius yang terdapat di dalam Al_Qur’an . Pemaparan tentang fawatihus Suwar, khusunya menyangkut Al-Huruf Al Muqotta’ah, tidak banyak bahkan hampir tidak ada yang berhasil mengungkapkan latar belakang ataupun keterangan yang valid yang secara historis bisa membuktikn hubungan - hubungan fawaitus suwar. Dari segi makna, memang banyak sekali penafsiran – penafsiran spekulatif terhadap huruf-huruf itu. Dikatakan spekulatif, karena penafsiran-penafsiran mengenai hal itu tidak didahului pengungkapan konteks historisnya. Lain halnya dengan Fawatihus Suwar dalam bentuk lain misalnya Al Qosam (sumpah), An Nida’ (seruan), Al Amr (perintah),Al Istifham (pertanyaan) dan lain -lain.
Urgensi telaah terhadap fawatihus suwar tidak terlepas dari konteks penafsiran Al-Qur’an. Pengggalian - penggalian makna yang terlebih dahulu melalui karakter bab ini, akan memberikan nuansa tersendiri, baik yang didasarkan pada data historis yang konkrit ataupunpenafsiran yang menduga - duga. Lebih dari itu tentu saja kita tetap meyakini eksistensi Al-Qur’an, kebesarannya, keagungannya, juga rahasia kemu’jizatannya.
Banyak sekali urgensi yang kita dapat dalam mengkaji Fawatih al-Suwar Adapun sebagian dari urgensinya sebagai berikut:
►Sebagai Tanbih ( peringatan ) dan dapat memberikan perhatian baik bagi nabi,maupun umatnya dan dapat menjadi pedoman bagi kehidapan ini.
►Sebagai pengetahuan bagi kita yang senantiasa mengkajinya bahwa dalam fawatih as-suwar banyak sekali hal-hal yang mengandung rahasia - rahasia Allah yang kita tidak dapat mengetahuinya,
►Sebagai motivasi untuk selalu mancari ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
►Untuk menghilangkan keraguan terhadap al-Qur,an terutama bagi kaum islimin yang masih lemah imannya karena sangat mudah terpengaruh oleh perkataan musuh -musuh islam yang mengatakan bahwa al-qur’an itu adalah buatan Muhammad. dengan mengkaji Fawatih al-Suwar kita akan merasakan terhadap keindahan bahasa al-Qur’an itu sendiri bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah swt.
Tabel Fawatih al-Suwar pada Surat al-Qur'an
Fawatih al-Suwar
Nama Surat
الم
Al-Baqarah, Ali Imran, al-Ankabut, al-Rum, Luqman dan al-Sajadah
المص
Al-A'raf
الر
Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, al-Hijr Al-Ra'd
المر
Al-Ra'd
كهيعص
Maryam
طه
 Tha ha
طسم
Al-Syu'ara, al-Qashahs
طس
Al-Naml
يس
Yasin
ص
Shad












PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini adalah: Fawatih as-suwar adalah pembuka-pembuka surat, karena posisinya di awal surat dalam al-quran menurut al-Qasthalani seluruh surat dalam al-quran dibuka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut, sedangkan menurut Ibnu abi al-Isba’ hanya lima macam saja
Para ulama berpendapat bahwa huruf-huruf fawatih as-suwar itu secara umum telah sedemikian azali maka banyak ulama yang tidak berani menafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap makna huruf-huruf tersebut.
Adapun urgensi mempelajari fawatih as-suwar itu secara pokok adalah sbagaimana supaya bertambah keimanan kita dan keyakinan kita terhadap kebenaran ayat-ayat Allah swt. Dan menjadi pedoman dalam kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA


Al – Maliki al hasani, Muhammad. Samudra – Samudra Ilmu – ilmu Alqur’an ( Ringkasan Kitab Al- itqan fi ulum Al –qur’an karya Imam Jalal AdDin AsSuyuthi). Bandung : PT Arazy Mizan Pustaka
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia . 2 September 2006. Belajar Mudah Ilmu Tafsir Penerjemah Farid Qurusy, Jakarta : Pustaka As-Sunnah
Al-Utsaimin Hikmah, Muhammad bin Shalih. Jumat, 1 September 2006. dari Pembagian AL-Qur’an Menjadi Muhkam dan Mutasyabh www.almanhaj.or.id
Hakim, M. Baqir. Penerjemah ( Hashirul haq dkk ).2006. Ulumul.qur’an. Jakarta : Al – Huda.

Rabu, 03 Maret 2010

MAKALAH ULUMUL HADITS
SEJARAH kODIFIKASI HADIST
Disusun sebagai tugas mata kuliah Ulumul Hadist
Dosen Pengampu :
Habib Bawafi, S.Ag. M.Hi


PENYUSUN :
1. M. Ustdazin
2. Agustin Wulandari
3. Yayuk Tri Wulandari
4. Muh. Ikhsanur Rizal

PROGRAM S1 PAI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
“ AL – MUSLIHUUN “
TLOGO - KANIGORO - BLITAR
2010




Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Ulumul hadis ini.
Sholawat salam semoga tetap terlimpakahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang akan selalu dan selalu kita harapkan syafa’atnya amapi akhir nanti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Hadist semester II tingkat 1.
Harapan kami, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dijadikan sebagai bahan referensi dalam wacana keislaman.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


Blitar, 01 Maret 2010

Tim penyusun










Daftar Isi

Halaman judul.................................................................................. I
Kata Pengantar ................................................................................ II
Daftar Isi ........................................................................................ III

BAB I
Pendahuluan .........................................................................................1
BAB II
Diwanul Hadits Abad Ke 2 H...............................................................2
BAB III
Masa pemurnian dan penyempurnaanAbad ke 3 H.............................6
BAB IV
Masa menghafal dan mengisnadkan hadits (abad ke - 4 H).................7
BAB V
Penutup................................................................................................10
Daftar Pustaka .....................................................................................14

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hadist atau yang lebih dikenal dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan. . Dan peran hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam yang diakui oleh mayoritas madzhab, tidak dapat dinafikan.
Kendati demikian, keberadaan al-Hadits dalam proses tadwin (kodifikasi) nya sangat berbeda dengan al-Quran. Sejarah hadits dan periodesasi penghimpunan nya lebih lama dan panjang masanya dibandingkan dengan Al – qur’an..Al hadits butuh waktu 3 abad untuk pentadwinanya secara menyeluruh. Banyak sekali liku – liku dalam sejarah pengkodifikasian hadis yang berklangsung pada waktu itu.
Atas dasar masalah yang diuraikan di atas makalah ini disusun Disamping itu adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah ulumul hadist.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini akan membahas beberapa hal sebagai berikut :
1. Kapankah Kodifikasi Hadist Resmi dilaksanakan ?
2. Metode apa saja yang dilakukan untuk pengkodifikasi hadist ?
3. Adakah implikasi dari kegiatan pentadwinan hadis ini ?
1.3 Ruang Lingkup
Menjelaskan tentang Sejarah Kodifikasi Hadist dari abad Ke II, III, dan IV H dan perkembangannya.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan merupakan ungkapan sasaran – sasaran yang ingim dicapai dalam makalh ini.
Dalam makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah Pengkodifikasian hadits dan perkembanganya
2. Untuk mengetahui metode apa saja dalam pentadwinan hadis tersebut
3. Untuk mengetahui implikasi kegiatan pengkodifikasian hadis ini
4. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Hadis.

BAB II ( ABAD KE 2 H )
DIWANUL HADITS
2.1 Pengertian
Mengutip kitab Al Muhith, Al – Fairuz mengatakan bahwa : “ Tadwin secara bahasa diterjemahkan dengan kumpulan shahifah (mujtama’ al – shuhuf). Menurut Dr. Muhammad Ibn Mathar AL – Zahrani tadwin adalah : ” mengikat yang berserakan lalu mengumpuklannya menjadi satu diwan atau kitab yang terdiri dari lembaran – lembaran. Sedangkan secara luas tadwin sendiri diartikan dengan al Jam’u (mengumpulkan).
Apabila merujuk dari 2 pengertian diatas dapat disimpulkan pentadwinan hadis bisa diartikan Diwanul Hadis Dalam bahasa Indonesianya tadwin ini lebih umum dikenal dengan nama kodifikasi.
2.2 Kapankah Kodifikasi Hadits Resmi ?
Beberapa pendapat yang berbeda berkembang mengenai kapan kodifikasi secara resmi dan serentak dimulai. Adapun beberapa pendapat terseburt adalah :
(1) Kelompok Syi;ah, mendasarkan pendapat Hasan al-Sadr (1272-1354 H), yang menyatakan bahwa penulisan hadis telah ada sejak masa Nabi dan kompilasi hadis telah ada sejak awal khalifah Ali bin Abi Thalib (35 H), terbukti adanya Kitab Abu Rafi;, Kitab al-Sunan wa al-Ahkam wa al-Qadaya..
(2) Sejak abad I H, yakni atas prakarsa seorang Gubernur Mesir Abdul Aziz bin Marwan yang memerintahkan kepada Kathir bin Murrah, seorang ulama HImsy untuk mengumpulkan hadis, yang kemudian disanggah Syuhudi Ismail dengan alasan bahwa perintah Abdul Aziz bin Marwan bukan merupakan perintah resmi, legal dan kedinasan terhadap ulama yang berada di luar wilayah kekuasaannya.
(3) Sejak awal abad II H, yakni masa Khalifah ke-5 Dinasti Abbasiyyah, Umar ibn Abdul Aziz yang memerintahkan kepada semua gubernur dan ulama di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan hadis - hadis Nabi Khalifah ini terkenal dengan sebutan kehormatan, Umar II, yang mengisyaratkan pengakuan bahwa ia adalah pelanjut kekhalifahan 'Umar Ibn al-Khaththab yang bijak bestari. Khalifah Umar menginstruksikan kepada Gubernur Madinah Abu Bakar Bin Muhammad Bin ‘Amr Bin Hazm (Ibnu Hazm) untuk mengumpulkan hadits yang ada padanya dan pada tabi’in wanita ‘Amrah Binti ‘Abdur Rahman Bin Sa’ad Bin Zurarah Bin ‘Ades, murid Aisyah-Ummul Mukminin. kepada Abu Bakar Muhammad ibn Amr ibn Hazm, beliau menyatakan:
“Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasulullah, lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ikmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan anda terima selain hadits Rasulullah saw dan hendaklah anda sebarkan ilmu dan mengadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap ilmu hingga dijadikannya barang rahasia.”
Berdasarkan instruksi resmi Khalifah itu, Ibnu Hazm minta bantuan dan menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad Bin Muslim Bin Ubaidillah Bin Syihab az Zuhry (Ibnu Syihab Az Zuhry) seorang ulama besar dan mufti Hijaz dan Syam untuk turut membukukan hadits Rasulullah saw.
Pendapat ketiga ini yang dianut Jumhur Ulama Hadis, dengan pertimbangan jabatan khalifah gaungnya lebih besar daripada seorang gubernur, khalifah memerintah kepada para gubernur dan ulama dengan perintah resmi dan legal serta adanya tindak lanjut yang nyata dari para ulama masa itu untuk mewujudkannya dan kemudian menggandakan serta menyebarkan ke berbagai tempat.
Dengan demikian, penulisan hadis yang sudah ada dan marak tetapi belum selesai ditulis pada masa Nabi, baru diupayakan kodifikasinya secara serentak, resmi dan massal pada awal abad II H, yakni masa Umar bin Abdul Aziz, meskipun bisa jadi inisiatif tersebut berasal dari ayahnya, Gubernur Mesir yang pernah mengisyaratkan hal yang sama sebelumnya.
2.3 Latar Belakang Tadwin Hadits
Pembukuan hadits dimulai pada akhir abad pertama Hijri, dan rampung pada pertengahan abad ketiga. Hal ini tidak lepas dari adanya dorongan pembukuan hadits oleh Khalifah 'Umar Ibn 'Abd al-'Aziz (w. 102 H.) dari Bani Umayyah.. Pada waktu itu Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta pada tahun 99 H berkuasa. Beliau ini dikenal sebagai orang yang adil dan wara’ bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke - 5, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :
a. Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karena belum dibukukan dengan baik.
b. Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu (maudhu’) yang banyak beredar.
c. Al - Qur’an sudah dibukukan dalam mushaf, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran tercampur dengan hadits bila hadits dibukukan.
d. Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits berkurang karena wafat dalam peperangan - peperangan tersebut.
Dari sudut analisa politik, tindakan 'Umar II ini adalah untuk menemukan dan mengukuhkan landasan pembenaran bagi ideology Jama'ah-nya, yang dengan ideologi itu ia ingin merangkul seluruh kaum Muslim tanpa memandang aliran politik atau pemahaman keagamaan mereka, termasuk kaum Syi'ah dan Khawarij yang merupakan kaum oposan terhadap rezim Umayyah. 'Umar II melihat bahwa sikap yang serba akomodatif pada semua kaum muslim tanpa memandang aliran politik atau paham keagamaan khasnya itu telah diberikan contohnya oleh penduduk Madinah, di bawah ke kepeloporan tokoh-tokohnya seperti 'Abdullah ibn 'Umar (Ibn al-Khaththab), 'Abdullah Ibn 'Abbas dan 'Abdullah Ibn Mas'ud.
Mushthafa al-Siba'i dalam majalah Al-Muslimin seperti yang dikutip Nurcholis Madjid amat menghargai kebijakan 'Umar II berkenaan dengan pembukaan sunnah itu, sekalipun ia menyesalkan sikap Khalifah yang baginya terlalu banyak memberi angin pada kaum Syi'ah dan Khawarij (karena, dalam pandangan al-Siba'i, golongan oposisi itu kemudian mampu memobilisasi diri sehingga, dalam kolaborasinya dengan kaum Abbasi, mereka akhirnya mampu meruntuhkan Dinasti Umayyah dan melaksanakan pembalasan dendam yang sangat kejam). Dan, menurut al-Siba'i, sebelum masa 'Umar II pun sebetulnya sudah ada usaha - usaha pribadi untuk mencatat hadits, sebagaimana dilakukan oleh 'Abd Allah Ibn 'Amr Ibn al -'Ash.
2.4 Ciri – ciri Pentadwinan tadwin hadits pada abad ke 2 H
Ada beberapa hal yamg menjadi ciri – ciri proses pengkodifikasian hadist yang ditulis pada periode ini :
1. Umumnya menghimpun dari hadits Rasul SAW serta fatwa sahabat dan tabi’in
2. Himpunan Hadits masih bercampur aduk antara beberapa topikyang ada
3. Belum dijumpai upaya pengklasifikasian antara hadits shahih, hadits hasan dan hadits Dhaif.


2.4 Kitab – kitab hadits Abad Ke 2 H
Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama abad ke-2 H, yang terkenal diantaranya :
1. Al - Muwaththa oleh Imam Malik Anas ( 93 - 179 H ). Selama rentang waktu ini,sejumlah buku hadîts telah disusunnya. Kitab ini memiliki kedudukan tersendiri pada periode ini.Buku ini ditulis antara tahun 130H ampai 141H. Buku ini memiliki kurang lebih 1.720 hadits ,dimana :
• 600 hadîtsnya marfu ’(terangkat sampai kepada Nabi SAW ).
• 222 hadîtsnya mursal (adanya perawi sahabat yang digugurkan)
• 617 hadîtsnya mauquf (terhenti ampai kepada tâbi ’în)
• 275 sisanya adalah ucapan tâbi ’in.
2. Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah an-Nu'man ( wafat 150 H ).
3. Al-Musnad oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
4. Mukhtaliful Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
5. Al-Musnad oleh Imam Ali Ridha al-Katsin ( 148 - 203 H ).
6. Al-Jami' oleh Abdulrazaq al-Hamam ash Shan'ani ( wafat 311 H ).
7. Mushannaf oleh Imam Syu'bah bin Jajaj ( 80 - 180 H ).
8. Mushannaf oleh Imam Laits bin Sa'ud ( 94 - 175 H ).
9. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin ‘Uyaina ( 107 - 190 H ).
10.as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza'i ( wafat 157 H ).
11.as-Sunnah oleh Imam Abd bin Zubair b. Isa al-Asadi.
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan 5.







BAB III ( ABAD KE 3 H )
MASA PEMURNIAN DAN PENYARINGAN

3.1 Karakteristik Periode ini
Pada abad ke 3H ini para ulam’ Hadis memfokuskan pengkodifikasian hadis pada beberapa hal yang dikala waktu abad ke 2 H tidak terlaksana. Sudah di kemukaan pada bab sebelumnya bahwa pembukuan hadis belum terpisah – pisah antara hadis yang shahih, mauquf maupun yang maudu’.
Beberapa langkah – langkah untuk melestarikan hadits pada abad ke 3 H ini adalah sbb :
1. Perlawatan ke Daerah – daerah para perowi hadis yang jauh dari pusat kota
Contoh :
• Imam Bukhari melakukan perlawatan selama 16 tahun ke lebih dari 8 kota di timur tengah seperti mekah, madinah Baghdad mesir
2. Pengklasifikasian hadits Marfu’, hadits mauquf dan maudlu’ (palsu).
3. Ahadits Nabi, atsar sahabat dan aqwal (ucapan) tâbi ’în dikategorikan, dipisahkan dan dibedakan.
4. Riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara terpisah dan buku - buku pada abad ke – 2 H diperiksa kembali dan di tashih (diautentikasi).
5. Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang dikumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga hadîts, para ulamâ`menformulasikan ilmu yang berkaitan dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu 19 ) dimana ribuan buku mengenai ini telah ditulis
6. Penyeleksian dan pemilahan hadits kepada shahih, hasan dan Dhaif
Contoh :
• Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawih (guru Imam Bukhari).
• Penyusunan kitab Sahih Bukhari
.


3.2 Kitab - kitab Hadits pada abad ke -3 H.
1. Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi ada yang dijelaskan oleh penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya, ke - 6 kuttubus shittah itu adalah :
• Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al - Bukhari ( 194 - 256 H ).
• Ash-Shahih oleh Imam Muslim al - Hajjaj ( 204 - 261 H ).
• As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'at ( 202 - 275 H ).
• As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya'ab an - Nasai ( 215 - 303 H ).
• As-Sunan oleh Imam Abu Isa at - Tirmidzi ( 209 - 279 H ).
• As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah ( 209 - 273 H ).
2. As - Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri ( 181 - 255 H ).
3. Al -Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal ( 164 - 241 H).
4. A l-Muntaqa al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud ( wafat 307 H ).
5. Al - Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah ( wafat 235 H ).
6. Al - Kitab oleh Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
7. Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
8. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari ( wafat 310 H ).
9. Al - Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi ( wafat 276 H ).
10. Al - Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih ( wafat 237 H ).
11. Al - Musnad oleh Imam ‘Ubaidillah bin Musa ( wafat 213 H ).
12. A - Musnad oleh Abdibni ibn Humaid ( wafat 249 H ).
13. Al - Musnad oleh Imam Abu Ya'la ( wafat 307 H ).
14. Al - Musnad oleh Imam Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi ( 282 H ).
Dan masih banyak sekali kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.
BAB IV (ABAD IV & V H)
MASA MENGHAFAL DAN MENGISNADKAN

4.1 Kegiatan periwayatan Hadis
Pada periode ini penghimpunan hadists disertai pemeliharaanya tetap dilakukan walau tidak sebanyak yang sebelumnya. Hanya saja hadis – hadis yang dihimpun tidaklah sebanyak sebelum periode ini.
Di dalam era ini jenis kitab – kitab hadis Nabi Saw.mencakup sebagian besar kitab kitab hadis yang sifatnya mengumpulkan kitab - kitab hadis yang telah di himpun dalam kitab kitab hadis Nabi Saw.sebelumnya.
Kegiatan periwayatan Hadits pada periode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah ( Lisensi / sertifikat dari guru untuk murid untuk mendapat izin meriwayatkan hadits ) dan muktabah ( pemberian catatan hadits dari gurunya ). Sedikit sekali para ulama’ yang melakukan hafalan seperti ulama Muqaddimin
4.2 Bentuk penyusunan kitab pada periode ini
Para Ulama’ Hadits pada umumnya merujuk kepada karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan seperti mempelajari , menghafal, memeriksa, dan meyelidiki sanad – sanadnya. Seperti
• Kitab Jami’ kutub as - sittah ( kitab hadis yang mengumpulkan hadis hadis Nabi Saw yang telah tertuang dalam gabungan beberapa kitab hadis seperti (Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibn Majah di antaranya karya Ahmad bin Razin bin Mu ’awiyyah al Abdari al Sarqisthi (w.535 H.) dan beberapa kitab lainnya.
• kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari sahih Bukhory Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang lain dari sanad Bukhary atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri. Contoh : Mustakhraj shahih bukhari oleh Jurjani, dan Mustakhraj Sahih Muslim Oleh Abu Awanah
• kitab Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
• kitab-kitab Zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu. Contoh : Zawaid ibnu Majah ‘ala al – usuli al Khamsah.
• Kitab Syarah
• Kitab Mukhtashar
• Kitab Petunjuk
• Kitab Istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya. Contoh : Al-Mustadrak ‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi ( 321 - 405 H ).






















BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Adanya pembukuan hadits mempunyai banyak implikasi - implikasi terhadap perkembangan pemahaman tentang ajaran Islam umumnya, serta perkembangan hadits dan ulumul hadits itu sendiri khususnya.
a. Implikasi Praksis
Implikasi praksis dapat kami uraikan menjadi beberapa bagian di bawah ini :
1) Memudahkan pencarian hukum - hukum syari’at mengingat hadits sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al Qur’an.
Berhukum dengan hadits Nabawi merupakan kebutuhan agama yang sudah pasti. Dan dalam perkembangannya hadits - hadits tersebut telah disusun atau dibukukan berdasarkan masailul fiqh. Seperti kitab - kitab sunan dan lain -lain.
2) Memudahkan penilaian hadits karena sebagian hadits sudah diteliti secara mendalam oleh peneliti sebelumnya.
3) Terpeliharanya kemurnian tradisi Nabi
Banyaknya berita-berita yang sampai ke hadapan kita dengan mengatasnamakan Nabi, sering membuat kita ragu akan kebenaran berita tersebut. Hanya dalam hadits (sunnah) Nabi, yang terwakili dengan hadits shahih, kemurnian warisan Nabi Muhammad dapat terpelihara.
4) Memungkinkan adanya penulisan -penulisan buku hadits baru setelah penulisan kitab-kitab terdahulu
b. Implikasi Teoritis
1. Hadits ahad dapat diterima
2. Ilmu hadits akan berkembang sejalan dengan semakin banyaknya tantangan yang dihadapi oleh hadits
3. Pintu ijtihad semakin lebar dan pintu taklid semakin sempit.
Namun tidak menutup kemungkinan adanya implikasi yang lain yang belum terinventarisir dengan baik oleh penulis.




DAFTAR PUSTAKA
Al – munawar, Said agil. 2004. Al qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press
Azami, Muhammad Musthafa., 1994. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa Yaqub), , Jakarta : Pustaka Firdaus Kodifikasi Hadis: Sebuah Telaah Historis http://uin-suka.info/ejurnal Powered by Joomla! Generated: 16 February, 2010, 16:01
Hasan ar-Rahmânî , Abdul Ghoffâr. 2007. Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts Sumber : http://www cl earpath com
Supatra Munzier. 2006. Ilmu Hadis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Ulama ’i , A.Hasan Asy ’ari. Sejarah dan Tipologi Syarah Hadis.
Yuslem Nawir. 2001. Ulumul Hadits. Jakarta : PT. Mutiara sumber Widyia